02 April 2010

teori tentang penyebab autisme- teori biologis

Teori Biologis
Teori ini menjadi berkembang karena beberapa fakta seperti berikut: adanya hubungan yang erat dengan retardasi mental (75—80%), perbandingan laki-laki : perempuan = 4 : 1, meningkatnya insidens gangguan kejang (25%), dan adanya beberapa kondisi medis serta genetik yang mempunyai hubungan dengan gangguan ini. Hingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autisme merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti letak abnormalitasnya. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan mesolimbik. Namun, dari penelitian terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan dari serebelum. Berbagai kondisi tersebut antara lain:
Faktor genetik
Hasil penelitian terhadap keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autisme. Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36-89%, sedang pada anak kembar dua telur 0%. Pada penelitian terhadap keluarga ditemukan 2,5—3% autisme pada saudara kandung, yang berarti 50--100 kali lebih tinggi dibanding pada populasi normal. Penelitian terbaru menemukan adanya peningkatan gangguan psikiatrik pada anggota keluarga dari penyandang autisme berupa peningkatan insidens gangguan afektif dan ansietas, juga peningkatan gangguan dalam fungsi sosial.
Selain itu, juga telah ditemukan adanya hubungan antara autisme dengan sindrom fragile-X, yaitu suatu keadaan abnormal dari kromosom X. Pada sindrom ini ditemukan kumpulan berbagai gejala, seperti retardasi mental dari yang ringan sampai yang berat, kesulitan belajar pada yang ringan, daya ingat jangka pendek yang buruk, fisik yang abnormal pada 80% laki-laki dewasa, clumsiness, serangan kejang, dan hiperefleksi. Sering tampak pula gangguan perilaku seperti hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, impulsif, dan ansietas. Gambaran autisme seperti tidak mau bertukar pandang, stereotip, pengulangan kata-kata, dan perhatian/minat yang terpusat pada suatu benda/objek sering ditemukan. Diduga terdapat 0-20% sindrom fragile-X pada autisme. Walau demikian, hubungan kedua kondisi tersebut masih diperdebatkan.
Faktor perinatal
Komplikasi pranatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga ditemukan pada anak dengan autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya pendarahan setelah trimester pertama dan ada kotoran janin pada cairan amnion, yang merupakan tanda bahaya dari janin (fetal distress). Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung diduga ada hubungannya dengan timbulnya autisme. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat menangis, gangguan pernapasan, anemia pada janin, juga diduga ada hubungannya dengan autisme.
Model neuroanatomi
Berbagai kondisi neuropatologi diduga mendorong timbulnya gangguan perilaku pada autisme. Ada beberapa daerah di otak anak penyandang autisme yang diduga mengalami disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak, dijadikan dasar dari berbagai teori penyebab autisme.
Hipotesis neurokemistri
Sejak ditemukan adanya kenaikan kadar serotonin di dalam darah pada sepertiga anak autistik pada 1961, fungsi neurotransmitter pada autisme menjadi fokus perhatiaan banyak peneliti. Dengan anggapan bila fungsi neurokemistri yang ditemukan merupakan dasar dari perilaku dan kognitif yang abnormal, tentu dengan terapi obat diharapkan disfungsi sistem neurotransmitter ini akan dapat
dikoreksi. Beberapa jenis neurotransmitter yang diduga mempunyai hubungan dengan autisme antara lain serotonin, dopamin, dan opioid endogen.

Tidak ada komentar: