Privasi
Merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekankan pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain.
Rapoport (dalam soesilo,1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Marshall (dalam Wringhtman & Deaux, 1981) mengatakan bahwa privasi menunujukan adanya pilihan untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dengan oranglain dan lingkungan sosialnya. Atman (1975) mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada oranglain.
Dalam berhubungan dengan oranglain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diingikannya. Ada saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan oranglain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan terpisah dari oranglain (privasi tinggi). Untuk mencapai hal itu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut :
a. Perilaku verbal : mengatakan kepada orang lain secara verbal, misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.
b. Perialku non verbal : menunjukan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.
c. Mekanisme kultural : budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo Hartono, 1986).
d. Ruang personal : salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu.
e. Teritorialitas : pembentukan kawasan territorial adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi privasi
a. Faktor Personal : menurut Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi dan menurut walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.
b. Faktor Situasional : menurut Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi didalam rumah antara lain disebabkan oleh seting rumah, dan berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya untuk menyendiri.
c. Faktor Budaya : beberapa penelitian ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana meeka mendapatkan privasi.
Pengaruh privasi terhadap perilaku
Altman (1975) mengatakan bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orangalain dan kapan harus sendiri. Maxime Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mengatakan orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakan. Westin mengatakan dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangakan dan mengelola perasaan otonomi diri.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.
Hubungan privasi dengan lingkungan
Privasi merupakan kemampuan untuk mengontrol diri di dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam berinteraksi dengan masyarakat di sekitar kita. Bagaimana kita ingin berinteraksi untuk dapat membatasi sejauh mana hubungan kita berinteraksi dengan orang lain agar kita tetap dapat mengontrol kehidupan pribadi kita dengan baik. Privasi sangatlah bermanfaat karena cara ini adalah yang paling tepat dalam mengontrol bagaimana kita berinteraksi, akan tetapi bukan berarti berinteraksi dengan oranglain tidak penting, berinteraksi sangatlah penting tapi kita punya cara sendiri untuk membatasi waktu dalam berinteraksi karena kita pasti mempunyai keadaan dimana keadaan tersebut tidak ingin di ketahui oleh orang lain. Misal : Susi mengajak Rita ke Mall akan tetapi Rita menolaknya dengan mengatakan “Maaf yah Susi, aku lagi banyak tugas kuliah”. Itu adalah salah satu bentuk privasi Rita karena dimana ia tidak ingin diganggu oleh orang lain untuk dapat menyelesaikan tugas kuliahnya.
Ruang Personal
Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991).
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain: Pertama, ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang : dengan orang lain. Kedua, ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri. Ketiga, pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi. Keempat, ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, makadapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkanperkelahian. Kelima, ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Edwad Hall, seorang peneliti di bidang ruang personal, membagi jarak antar personal ke dalam 8 bagian. Menurutnya terjadi gradasi jarak berdasarkan tingkat keakraban antar personal. Kedelapan jarak tersebut dikelompokkan ke dalam empat jarak utama, yaitu:
1. Jarak Intim
a. Jarak Intim Dekat (0-6 inchi atau 0-15 cm), yaitu jarak yang muncul pada kondisi memeluk, menenangkan, percintaan, pergulatan (olahraga) atau kontak penuh dengan orang lain. Orang-orang tidak hanya berinteraksi pada situasi intim, atau melakukan kegiatan berdasarkan peraturan (gulat), tapi juga bisa terjadi pada kondisi emosi negatif (mis: manajer bola basket yang bertengkar dengan wasit).
b. Jarak Intim Jauh (6-18 inc atau 15-45 cm), mewakili hubungan yang cukup erat, misalnya seseorang yang membisikan sesuatu ke temannya,
2. Jarak Personal
a. Jarak Personal Dekat (18-30 inc atau 45-75 cm), yang berlaku bagi orang-orang yang saling mengenal satu sama lain dalam konteks yang positif. Biasanya diwakili oleh orang yang saling berteman atau pasangan yang sedang berbahagia.
b. Jarak Personal Jauh (75 cm-1,2 m), adalah jarak yang digunakan oleh orang-orang yang berteman tapi tidak saling akrab. Biasanya jika kita menjumpai dua orang yang bercakap pada jarak ini maka hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah berteman tapi tidak saling akrab,
3. Jarak Sosial
a. Jarak Sosial Dekat (1,2 – 2 m), terjadi pada situasi ketika kita diperkenalkan kepada kawan ibu kita ketika bertemu di super market,
b. Jarak Sosial Jauh (2-3,5 m), umumnya terjadi ketika melakukan transaksi bisnis resmi. Pada situasi ini sangat kecil atau sama sekali tidak ada suasana pertemanan, karena biasanya masing-masing perusahaan mengutus wakil untuk berinteraksi,
4. Jarak Publik
a. Jarak Publik Dekat (3,5-7 m), biasanya digunakan oleh seorang dosen yang mengajar kelas theater yang terdiri dari ratusan murid di mana jika berbicara harus dari jarak yang tepat sehingga suaranya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Jika kita berbicara kepada 30-40 orang, kira-kira jarak inilah yang umum kita pakai agar suara kita bisa terdengar jelas oleh masing-masing orang,
b. Jarak Publik Jauh (7 m atau lebih), biasanya jarak yang disediakan jika ada interaksi masyarakat umum dengan seorang tokoh penting. Akan tetapi jika tokoh itu ingin bercakap maka umumnya dia akan mendekat.
ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak Ruang Personal seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin : Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,
2. Umur : Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian : Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan : Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan : Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan : Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan : Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama : Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status : Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik : Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis
Hubungan Ruang Personal dengan Lingkungan
Ruang personal merupakan suatu batasan yang kaku dalam interaksi sosial dan akan bertambah ataupun berkurang kedekatannya. Misalnya : apabila kita baru saja kenal dengan orang baru disuatu tempat seperti di dalam kendaraan umum, orang tersebut mengajak kita berbicara dan kita menanggapi dengan seadanya dan seperlunya saja, itu di sebut sebagai ruang personal.
Teritorialitas
Menurut Holahan (dalam Iskandar, 1999) teritoritas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan atau tempat yang di tempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemikirannya dan pertahanan dari segala serangan.
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :
1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3. Hak untuk mempertahankan diri dari ganggunan luar
4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis Sedangkan menurut Altman (1975), teritorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi pula sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial. Altman juga membagi territorialitas menjadi tiga, yaitu :
1. Teritorial Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori uatam ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya karena menyangkut masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
2. Teritorial Sekunder
2. Teritorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Territorial ini juga dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritori sekunder adalah semi-publik.
3. Teritorial Umum
3. Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah. Teritorialitas dan Perbedaan Budaya Setiap budaya memilki teritorialitas dan perbedaan budaya yang berbeda dan menimbulkan berbagai macam ciri khas tertentu. Akibat perbedaan budaya tersebut muncul teritorialitas.
Hubungan Teritorialitas dengan Lingkungan
Sebagai contoh orang Jawa biasanya memberikan wejangan kepada anak-anaknya “kalau menikah harus dengan orang Jawa juga”. Dari kata-kata wejangan tersebut dapat dilihat orang Jawa memberi teritorialitasnya kepada anak-anaknya sebagai suatu batasan atau pertahanan ciri khas suatu budayanya.
Sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf
Disarikan dari: Environmental Psychology, Principles and Practices (Robert Gifford, 1997)
Prabowo, H. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar