a. Stres
Istilah stress dikemukakan oleh Hans Selye yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Menurut Lazarus stress adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sarafino mencoba mengkonseptualisasikan kedalam tiga pendekatan, yaitu :
1. Stimulus
Sumber atau penyebab ketegangan berupa keadaan/ situasi dan peristiwa tertentu. Keadaan dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor.
2. Respons
Adalah reaksi seseorang terhadap stressor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu :
a. Komponen psikologis seperti : perilaku, pola berpikir, dan emosi
b. Komponen fisiologis seperti : detak jantung, mulut yang mongering (sariawan), keringat, dan sakit perut.
ü Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
3. Proses
Stress sebagai suatu proses terdiri dari stressor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuian diri yang kontiyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana oranglain merasakannya.
Stress dapat menjadi tinggi apabila ada ketidak seimbangan antara dua faktor, yaitu ketika tuntutan melampaui kemampuan coping. Stress dapat menjadi rendah apabila kemampuan coping melebihi tuntutan.
v Menurut Holahan (1981) Jenis stress dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Systematic stress didefinisikan oleh Selye sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan.
b. Psychological stress terjadi individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya.
v Lazarus dan Cohen mengemukakan bahwa terdapat tiga kelopmpok sumber stress, yaitu :
a. Fenomena catalismic, yaitu hal-hal atau kejadian-kejadian yang tiba-tiba, khas, dan kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana alam, perang banjir, dan sebagainya.
b. Kejadian-kejadian yang memerlukan penyesuian atau coping seperti pada fenomena catalismic meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit atau kematian.
c. Daily Hassles, yaiu masalah yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja, atau masalah-masalah lingkungan seperti kesesakan atau kebisingan karena polusi.
b.Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan
Individu dalam kehidupannya berinteraksi dengan lingkungan dan tergantung pada lingkungan. Individu banyak mengambil manfaat dari lingkungan. Namun, lingkungan juga bisa menimbulkan stress tersendiri bagi individu. Stress yang dialami individu yang disebabkan oleh lingkungan disebut stress lingkungan. Salah satu pendekatan untuk mempelajari psikologi lingkungan adalah stress lingkungan.
Paul A. Bell menjelaskan bahwa setelah individu mempersepsikan rangsangan dari lingkungannya, akan terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, rangsangan itu dipersepsikan berada dalam batas ambang toleransi individu yang bersangkutan yang menyebabkan individu berada dalam keadaan homeostasis. Kemungkinan kedua, rangsangan itu dipersepsikan di luar ambang toleransi yang menimbulkan stress pada individu.
Menurut Veitch & Arkkelin (1995) stress dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan ketemu dengan sensor,menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kita berhasil atau gagal dalam beradaptasi. Ketika suatu sensor kita evaluasi, kita seleksi stategi-stategi untuk mengatasinya kita lakukan “pergerakan-pergerakan“ tubuh secara fisiologis dan psikologi untuk melawan stressor dan mengatasinya dengan suatu tindakan. Jika coping berhavior (perlakuan penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stress menghilangkan. Sementara jika coping berhavior gagal, maka stress akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehingga penyakit fisik akan menyerang.
Ketika tidak mengalami stress, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stress. Bahkan suatu stress terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium, yang tergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.
Berdasarkan psikologi stress menurut Veitch & Arkkelin (1995) terdapat dua bentuk appraisal (penilaian), yaitu appraisal primer dan appraisal sekunder. Apraisal primer lebih menekankan persepsi terhadap ancaman, sementara appraisal sekunder merupakan seleksi terhadap coping behavior dan evaluasi terhadap efektivitasnya.
c.Stress mempengaruhi → Proses & bagaimana dapat terjadi ?
Stress sangatlah berpengaruh terhadap aktifitas individu di lingkungan, karena setiap kita melakukan sesuatu tidak akan pernah lepas dari lingkungan yang mempengaruhinya. Begitu pula halnya dengan adanya keadaan dimana seorang individu mengalami suatu tekanan atau telah berada di ambang stress. Stress dapat terjadi karena adanya pengaruh internal yang berasal dari dalam diri dan pengaruh eksternal yang berasal dari orang-orang sekitar atau lingkungan, pengaruh ini sangatlah berkenaan dengan suasana ataupun tempat dimana individu itu berada. Itu terjadi dikarenakan metode coping yang ada dalam diri kita tidak digunakan secara maksimal, padahal metode/ teknik coping ini sangatlah dibutuhkan karena dapat meredakan stress.
Contoh nyata : seorang pekerja kantoran sangatlah berketergantungan dengan transportasi beroda empat (mobil), transportasi ini digunakan sudah menjadi bagian dari kegiatannya sehari-hari. Akan tetapi setiap akan berangkat ataupun pulang kantor, ia terkadang merasa sangatlah stress karena suasana disetiap jalan-jalan besar ibukota dipenuhi dengan kendaraan umum (angkot), bajaj, bis, dan kendaraan beroda dua (motor) yang banyak di gemari oleh orang-orang Indonesia. Terlalu banyaknya pengguna motor di Indonesia dan banyak dari mereka berpikir bahwa mempunyai motor atau menggunakan transportasi motor akan mempermudah dan menghemat waktu mereka. Mungkin itu dapat dikatakan iya akan tetapi apabila kita memikirkan keinginan kita saja maka kita dapatlah dikatakan sebagai manusia yang egois karena bukan hanya pengguna motor saja yang memiliki kepentingan, tapi semua pengguna jalan mempunyai kepentingan yang sama. Jikalau kita egois orang lain akan merasakan dampaknya yaitu stress di jalan yang semakin lama semakin tidak banyak saja pengguna motor yang memenuhi jalan-jalan ibu kota dan berlaku tidak mau kalah bahkan sedikit banyak ada yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan berakibat macet. Macet adalah suatu sebab dimana stress itu dapat muncul. Maka dari itu apabila kita mengalami hal serupa seperti yang diatas maka hendaklah kita menggunakan metode atau teknik coping guna untuk meredakan stress yang kita alami saat itu, dan dapat selalu berpikir positif terhadap hal-hal yang terjadi.
Prabowo, H. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : penerbit Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar