22 Maret 2011

Kepadatan dan Kesesakan



KEPADATAN
Kepadatan adalah :
- Sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (Sundstrom, dalam Wrightsman & Deaux, 1981).
- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat apabila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

Jenis Kepadatan :
Menurut Holahan (1982) yaitu :
1.    Kepadatan Spasial (Spatial Density) terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang.
2.    Kepadatan Spasial (Spatial Density) terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.


Menurut Altman (1975) yaitu :
1.    Kepadatan Dalam (Inside Density) yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar, dsb.
2.    Kepadatan Luar (Outside Density) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Menurut Jain (1987) yaitu :
Setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi atau kepadatan rendah.
Menurut Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975; Holahan, 1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman yaitu :
1.    Lingkungan Pinggiran Kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah.
2.    Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah.
3.    Lingkungan mewah perkotaan, dimana kepada dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi.
4.    Pekampungan Kota ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.
Menurut Taylor (dalam Gifford, 1982) yaitu :
Lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku, keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Oleh karena itu individu yang bermukim di pemukiman dengan dengan kepadatan yang berbeda mungkin menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda pula.
Akibat dari Kepadatan Tinggi
Rumah dan Lingkungan pemukiman akan memberikan pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya, para ahli mengemukakan akibat dari kepadatan yang tinggi yaitu:
Menurut Taylor (dalam Gifford, 1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaharui sikap, perilaku, dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.
Menurut Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stres dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).
Menurut Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan MacFarling, 1978) menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi sosial. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat sengaja mencari dan memilih tempat duduk yang jauh dari orang lain, tidak berbicara dengan orang lain yang berada di tempat yang sama. Dengan kata lain mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung untuk menghindari kontak sosial dengan orang lain.
Akibat secara Fisik yaitu : reakasi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan MacFarling, 1978).
Akibat secara Sosial yaitu : adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan MacFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1987).
Akibat secara Psikis yaitu:
1.    Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan susana hati (Holahan, 1982).
2.    Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan MacFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1987).
3.    Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk., 1984).
4.    Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).
5.    Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan MacFarling, 1987; Holahan. 1982).
KESESAKAN
Kesesakan adalah :
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaaan pengertian antara kesesakan dengan kepadatan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang.

Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat kerena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1987; Holahan, 1982).

Menurut Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor :

1.    Karakteristik seting fisik.
2.    Karakteristik seting sosial.
3.    Karakteristik personal.
4.    Kemampuan beradaptasi.
Menurut Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.
Menurut Morris, (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Besar kecilnya ukuran rumah menentukan besarnya rasio antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikitnya penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Sebaliknya, makin kecil rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil rasio tersebut, sehinggaakan tinbul perasaan sesak (crowding) (Ancok, 1989).

Teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu : Beban Stimulus, Kendala Perilaku, dan Teori Ekologi (Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).
1.    Model Beban Stimulus, yaitu : kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya.
2.    Model Kendala Prilaku, yaitu : menerangkan kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memiliih.
3.    Model Teori Ekologi, yaitu : membahas kesesakan dari sudut proses sosial.
1. Teori Beban Stimulus : Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial.
2. Teori Ekologi : Menurut Micklin (dalm Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

3. Teori Kendala Perilaku : Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengarui kesesakan yaitu : personal, sosial, dan fisik.

1. Faktor Personal
Terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial
Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaharui oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk kedaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :
(a) Kehadiran dan perilaku orang lain
(b) Formasi koalisi.
(c) Kualitas hubungan.
(d) Informasi yang tersedia.
3. Faktor Fisik
Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes(1983) mengemukakan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaharui kesesakkan. Stessor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional tersebut antara lain :
(a) Besarnya skala lingkungan
(b) Variasi arsitektural.


Contoh Nyata dari Kepadatan dan Kesesakan : 

Kepadatan dan Kesesakan di Jakarta dalam Gerbong KRL
Kepadatan merupakan suatu syarat akan timbulnya suatu kesesakan, semakin banyak individu maka akan semakin sesak tempat atau ruangan tersebut.
Contoh yang sangatlah nyata adalah kota Jakarta yang penuh dengan beribu-ribu manusia dengan bermacam aktifitas, sudah sangat terlihat bahwa kota Jakarta adalah kota yang padat dikarenakan Jakarta merupakan Ibukota dari Negeri kita tercinta ini. Banyak penduduk pedesaan yang bertransmigrasi munuju kota Jakarta, bagi mereka kota Jakarta adalah kota yang dapat menghasilkan banyak uang dan dapat mencari kerja dengan mudahnya. Padahal kota Jakarta tidaklah sama dengan apa yang mereka pikirkan dikarena dikota ini kita mengadu nasib dan menguji keberuntungan untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang layak untuk kita. Banyak pula dari mereka yang sudah hijrah dari pedesaan ke Jakarta tidak mendapatkan pekerjaan, yang ada mereka hanyalah menjadi seorang pengangguran atau pengemis yang meminta belas kasihan dari orang-orang yang lebih mampu dari mereka. Itu adalah sebab kecil yang menyebabkan kota Jakarta ini menjadi sangat padat akan manusia padahal lahan untuk mereka tinggal pun sudah tak ada bila mereka tidak memiliki sanak saudara dikota besar ini, sebagian dari mereka harus tinggal dan menetap di tempat yang tidak layak seperti pinggiran rel kereta api atau pun di kolong jembatan.
Salah satu kesesakan dari kota Jakarta ini adalah transportasi KRL ( Kereta Rel Listrik ) yang banyak digunakan oleh individu yang akan ataupun pulang setelah melakukan aktifitas seperti bekerja, kuliah, ataupun sekolah. Banyaknya pengguna transportasi KRL dikarenakan kereta api merupakan transportasi yang efisien dalam waktu tempuh dibandingkan dengan transportasi lain, murah karena terjangkau harganya, dan tentunya tidaklah macet walaupun seringkali transportasi ini mengalami banyak sekali keterlambatan akan tetapi tidak mengurangi sedikitpun niatan masyarakat pengguna KRL ini untuk mengganti dengan transportasi lain karena transportasi ini sudah menjadi favorit warga Jakarta. Dengan harga yang terjangkau banyak individu yang memilih transportasi ini, saking banyaknya hingga gerbong KRL tidak mencukupi untuk menampung semua individu yang telah membeli tiket KRL, banyak dari mereka karena tidak mendapatkan tempat didalam gerbong maka mereka berfikir untuk naik keatas gerbong agar tidak terlambat sampai tempat mereka bekerja untuk mencari uang ataupun menuntut ilmu. Banyaknya manusia yang menggunakan transportasi ini akan tetapi tidak sebanding dengan jumlah gerbong KRL yang telah disediakan oleh pemerintah atau pihak KAI ( Kereta Api Indonesia ) maka timbullah suatu kesesakan.
Kota Jakarta yang padat dengan individu yang berdatangan dari kota-kota kecil ataupun pedesaan  dan kesesakan yang terjadi di gerbong KRL sangatlah memprihatinkan dikarenakan akan adanya rasa ketidakpuasan dan kekecewaan dari individu terhadap sikap pemerintah ataupun KAI ( Kereta Api Indonesia ). Maka dari itu penanggulangan atas kepadatan dan kesesakan di kota jakarta ini haruslah diminimalisir dengan kebijakan apapun dari pihak yang bersangkutan.

sumber : elearning.gunadarma.ac.id/.../bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf
                indosiar.com

Tidak ada komentar: